https://pin.it/3UyoqKDMn |
Mengapa harus jadi wanita beriman yang shalehah?
Agar dicintai Allah dan mendapat sebaik-baik penjagaan dari Allah.
Beberapa pekan lalu saya meluangkan waktu untuk membaca buku IBRAHIM “Manusia Paling Mesra dengan Tuhannya” karya Ust. Salim A. Fillah. Awalnya saya membaca buku ini karena ingin memahami lebih jauh kisah-kisah para nabi.
Namun dari kisah Nabi Ibrahim ada hal lain yang saya petik dari buku ini, yaitu terfokus pada kisah Bunda Sarah, istri pertama Nabi Ibrahim. Dikisahkan bahwa Ibunda Sarah adalah wanita yang mulia dan memiliki kecantikan luar biasa. Apabila diumpamakan pada saat itu maka kecantikan ibunda Sarah adalah separuh dari kecantikan seluruh wanita apabila digabungkan, kalau di kalangan pria tidak ada yang lebih tampan dari Nabi Yusuf, maka kecantikan Ibunda Sarah adalah versi wanitanya.
Bersama dengan ibunda Sarah, Nabi Ibrahim membangun sebuah rumah tangga. Ada satu kisah ketika mereka mengembara dan hijrah dari negeri Haraan menuju Mesir. Di negeri Mesir pada saat itu hiduplah seorang Raja dengan tabiat yang sangat buruk, yaitu sangat gemar dengan wanita-wanita cantik. Bila melihat wanita cantik yang ia sukai maka tanpa pikir panjang akan dijadikan “bahan kesenangan” untuknya. Apabila sang suami tidak menyerahkan istri yang diminta oleh Raja maka suami tersebut akan dibunuh dan istrinya akan di bawa dengan paksa. Bisa dibayangkan bagaimana nasib mereka ketika memasuki ke Mesir.
Maka pada saat itu Nabi ibrahim dan Sarah menyusun rencana. Mereka sepakat apabila sang raja bertanya hubungan mereka maka katakanlah bahwa mereka kakak beradik. Mengapa? Disatu sisi ini bukan kebohongan, sebab sebagai sesama muslim kita memang bersaudara ehehe. Nah alasan dari semua ini adalah untuk melindungi nyawa mereka berdua dari kemurkaan Raja. Raja dengan perangai buruknya, apabila mengetahui bahwa Nabi Ibrahim adalah suami Sarah maka tentu akan berusaha memisahkan mereka, kemungkinan besar Nabi Ibrahim akan di penjara atau bisa jadi malah dibunuh. Kondisi itu pasti akan menyulitkan mereka berdua dan dengan kata lain menyerahkan Sarah begitu saja tanpa perlawanan.
Al kisah sampailah mereka di hadapan sang Raja. Sesuai perkiraan, dengan mengatakan bahwa Nabi Ibrahim adalah kakak dari Sarah, sang Raja justru memberi keleluasaan pada Nabi Ibrahim untuk bersama tinggal dalam istana. Maklum lah ya namanya juga kakaknya, pasti harus di baikin donk ya biar dapat persetujuan mendekati adiknya.
Nah pada satu hari Sarah di panggil menuju ruangan sang Raja. Dengan berat hati Nabi Ibrahim melepaskan Sarah sembari berdoa kepada Allah agar dapat terus mengawasi Sarah. Maka Allah membuka tabir antara Ibrahim dan Sarah sehingga Ibrahim dapat melihat Sarah di kejauhan. Duh kebayang gak sih jadi Nabi Ibrahim gimana gelisah dan khawatirnya melihat istri tercinta pergi ke ruangan Raja dan ditinggalkan berdua aja.
Disaat inilah Sarah tidak bisa mengandalkan siapapun selain dirinya dan Allah. Kebayangkan di tinggal berdua doang sama si Raja yang mesum, takut dong yaaa. Tapi dimanakah letak kemuliaan Sarah dalam kisah ini? Konon Sarah adalah wanita yang sangat mulia, beliau wanita yang memegang teguh keimanan, penuh yakin dan taqwa kepada Allah. Hal inilah yang menjadikan Sarah special dimata Allah. Kedekatan Sarah dengan Allah membuat doa Sarah mudah didengar oleh Allah. Apapun doanya langsung Allah kabulkan.
Kembali ke ruangan sang Raja mesum ini. Hatinya sangat bahagia - berdesir hebat menyaksikan kecantikan ibunda Sarah. Bayangkan betapa bahagianya sang Raja mesum ini melihat wanita tercantik di bumi ada dihadapannya. Maka tidak butuh waktu lama sang Raja berusaha mendekati Sarah. Kemudian Sarah berdoa “Ya Allah, jagalah aku darinya.” Maka apa yang terjadi, tubuh sang Raja yang sedang berusaha mendekati Sarah seketika lumpuh seperempat dari badannya, mungkin semacam stroke. Kemudian tubunya ambruk dan sang Raja mengatakan “Sarah apa yang kamu lakukan, tolonglah aku, aku berjanji tidak akan berbuat buruk kepadamu. Tolong bebaskan aku dari siksaan ini”. Karena Sarah adalah wanita yang lembut hati diapun berdoa “Ya Allah, bebaskanlah dia dari apa yang menimpanya.” Sungguh doa Sarah sangatlah mustajab karena ia adalah perempuan yang berprasangka baik dan shalihah. Maka sembuhlah sang raja dalam seketika.
Namun sang Raja dengan tabiat buruknya tidaklah menyerah. Ketika kembali sehat ia kembali tergoda oleh kecantikan Sarah dan tak mampu menahan diri, maka ia kembali mendekati Sarah. Kemudian Sarah kembali berdoa “ya Allah lindungilah hamba-Mu ini” Maka seketika sang Raja mengalami kelumpuhan yang lebih parah, seperti ditindih oleh batu besar separuh tubuhnya tak bisa bergerak, kemudian kembali memohon kepada Sarah. Sarahpun kembali mendoakan kesembuhannya dan sang Raja kembali sehat. Hal ini terjadi kembali dua kali setelahnya sampai akhirnya sang Raja benar-benar lumpuh seluruh tubuhnya hingga kesulitan berbicara. Namun dengan sisa tenaga ia kembali memohon, kemudian Sarah kembali mendoakan hingga akhirnya sang Raja kembali sembuh.
Baru setelah itu Sang Raja memanggil para pengawal, Raja ketakutan dan mengira Sarah adalah tukang sihir. Setelah berbincang dengan Sarah dan Ibrahim barulah Sang Raja merasa simpatik dan memerintahkan para prajurit untuk memberi kamar yang baik untuk Sarah dan Nabi ibrahim agar dapat istirahat sejenak. Bahkan bukan hanya itu, Raja juga memerintahkan prajurit untuk memberi teman bagi Sarah, seorang Khadimah atau pelayan perempuan dialah Sayyidah Hajar. Setelah itu berjalanlah lagi mereka menuju Kan’an, Baitul Maqdis.
Waktu berlalu, Sarah tidak juga memiliki momongan. Sedih dan gundah mereka rasakan, Nabi Ibrahim merenung dan berdoa mohon diberi karunia untuk melanjutkan perjuangan beliau membawa agama Allah melanjutkan risalah tauhidnya. Sarah yang melihat kegundahan suaminya berinisiatif sebagaimana wanita yang shalehah juga ingin memperjuangkan agama Allah. Maka Sarah meminta suaminya untuk menikahi wanita shalehah lainnya demi untuk mendapatkan keturunan yang saleh, wanita shalehah itu tidak lain adalah Sayyidah Hajar. “Wahai suamiku, betapa aku sangat mengerti bahwa engkau mengharapkan adanya keturunan yang melanjutkan perjuanganmu. Maka nikahilah Hajar, pelayanku yang aku merdekakan karena Allah untuk engkau nikahi menjadi istrimu.” Nabi Ibrahim semula enggan, namun didesak oleh Hajar, akhirnya bersedia menikah dengan Hajar.
Seiring berjalannya waktu lahirlah anak mereka, yakni yang kelak juga menjadi seorang nabi yaitu Ismail. Namun sungguh Sarah hanyalah wanita biasa, ketika anak dari Hajar lahir perhatian Nabi Ibrahim semakin terbagi, bahkan cenderung lebih banyak kepada anaknya dan Hajar. Maka timbullah rasa cemburu dihati Sarah. Sarah yang mulia tetaplah wanita biasa dihadapan perasaannya. Pada suatu hari rasa cemburu itu membuatnya sangat marah kepada Hajar dan bersumpah suatu hari akan memotong tiga bagian dari tubuh Sayyidah Hajar (diriwayatkan inilah muasal lahirnya sunnah berkhitan bagi wanita). Sungguh kemarahan yang luar biasa. Lantas bagaimana respon Nabi Ibrahim? Beliau begitu santun, tidak tergesa-gesa untuk langsung marah dan menghukum Sarah. Sebab ia paham bahwa kemarahan Sarah diakibatkan rasa cemburu, dan rasa cemburu itu lahir karena cintanya yang sangat besar kepada suaminya.
Lantas pada bagian ini, dimanakah letak kemuliaan Sarah sebagai wanita yang salehah? Betapa Allah menyayangi Sarah dengan keshalehannya maka Allah melindunginya dari perbuatan yang keji. Turunlah perintah Allah kepada Nabi Ibrahim untuk membawa Sayyidah Hajar dan anaknya Ismail ke lembah Bakkah. Bakkah atau kini dikenal dengan nama Makkah, dari kisah inilah kelak membentuk peradaban baru di Makkah bermula dari Sayyidah Hajar dan Ismail yang diperintahkan oleh Allah untuk ditinggalkan ditengah gurun pasir tanpa siapapun - tanpa bahan makanan apapun. Hal ini juga yang kelak menjadi kemuliaan bagi Sayyidah Hajar yang menunjukkan betapa Maha Adilnya Allah kepada hamba-hambaNya.
Ketika Sarah marah, Hajarpun mengenakan pakaian yang disebut Nithaqah atau sabuk yang diikatkan kepinggang untuk mengikat kain kebawah, ini adalah simbol pakaian seorang pelayan. Seakan ia ingin mengatakan kepada Sarah “Wahai Yunda sesungguhnya aku hanyalah pelayanmu. Tidak mungkin aku bermaksud buruk kepadamu, dan anak ini hakikatnya adalah anak kita, bukan hanya anakku saja.” MasyaAllah betapa tulus dan sabarnya ya Sayyidah Hajar sebagai seorang wanita, memang inilah salah satu ciri karakter wanita salehah, hatinya tulus, perangainya sabar dan penuh kasih sayang.
Setelah itu kecemburuan Sarah mereda, lalu sumpah untuk memotong tubuh Hajar kelak Allahpun menggantikan untukknya satu sunnah kebaikan yang ditunaikan kepada wanita, yaitu dengan menindik telinga kanan dan kiri untuk memasang giwang atau anting dan dengan melakukan khitan bagi perempuan. Namun perjalanan itu tetap dilakukan, sebab inilah kelak yang menjadi muasal timbulnya peradaban baru di kota Makkah. Bahkan Hajar pergi menggunakan pakaian Nithaqah dan kainnya yang sangat panjang yang dibiarkan terjulur ketanah sehingga setiap langkahnya tersapu oleh pakaiannya, agar Sarah tidak dapat mengikuti kemana Hajar pergi.
Nah sampai sini aja ya ceritanya, sekarang aku ingin berbagi hikmah yang aku ambil dari potongan kisah tadi. Kita menyimak bagaimana salehahnya Sarah, ketakwaannya kepada Allah menjadikannya sangat dekat dengan Allah. Kedekatannya dengan Allah membuat doanya mustajab. Semakin dekat seseorang dengan Allah maka semakin mustajab doanya. Bahkan bukan hanya itu. Ketakwaannya juga menjadikan beliau dilindungi oleh Allah dari perbuatan keji, Allah langsung yang menurunkan perintah kepada Nabi ibrahim untuk melindungi Sarah maupun Hajar, sebab Allah tau bagaimana kecemburuan seorang wanita mampu membuatnya dipenuhi emosi.
Kebayang ya kalau di jaman sekarang kita dekat dengan Allah apapun masalah yang kita hadapi kita adukan sama Allah. Pasti teman-teman juga pernah merasakan bagaimana ketika kita didzalimi dan kita memilih diam dihadapan manusia namun mengadukan semua kepada Allah, cepat atau lambat rasanya benar-benar Allah menyelesaikan semuanya. Allah turunkan jalan keluar, bahkan Allah memberi balasan atas perbuatan baik dan buruk itu. Memberi kita balasan atas kesabaran kita dalam menerima takdirNya. Rasanya kita tidak butuh siapapun lagi, Allah saja cukup. Cukup untuk mendengar keluh kesah kita, cukup untuk menjadi penyelamat kita, cukup sebagai pemberi balasan atas segala perbuatan baik kita.
Dari kisah ini juga kita bisa menyimak betapa Allah Maha melihat. Kan pada masa itu manusia bukan hanya mereka, namun bagaimana detailnya Allah mendengar dan melihat segala keluh kesah mereka. Dari melindungi Sarah dari Raja yang dzalim, bagaimana Allah menggerakkan hati Sarah untuk meminta suaminya menikah dengan Hajar atas kegundahan Nabi Ibrahim yang belum memiliki pewaris dalam menebarkan tauhid, dan bagaimana Allah menurunkan perintah untuk membawa Hajar pergi ketika Sarah sedang marah. Lihatlah betapa setiap detail kehidupan kita di lihat - di dengar - disaksikan langsung oleh Allah. Bahkan di turunkan pula solusi atas setiap permasalahan yang kita hadapi, Allah gak pernah diam aja. Allah menyaksikan - Allah menolong.
Jangan berpikir bahwa “ah mereka kan Nabi makanya seperti itu.” Hmmm, justru pemikiran itu yang buat kita semakin jauh dari Allah. Bukankah sudah Allah katakan “Aku sebaik prasangka hambaKu.” Jadi pengennya Allah sedekat apa sama kita semua tergantung prasangka kita sendiri. Nabi ataupun bukan Nabi bukankah kita sama-sama hamba Allah, sama ciptaan Allah, sama juga takdir yang kita jalani semua diatur oleh Allah yang satu, dan kelak juga kita kembalinya ke Allah.
Jadi, mau seberapa cepat doa kita dikabulkan - seberapa mudah Allah menjaga kita dengan penjagaan terbaikNya, semua kembali kepada keyakinan kita sama Allah dan ketaqwaan kita kepada-Nya. Bergantunglah kepada Dzat yang Maha melihat - Maha Mendengar - Maha Pengasih dan Penyayang - Maha pemberi Rahmat dalam kehidupan. Semoga hidup kita bukan hanya menjadi mudah, melainkan juga menjadi berkah dengan kedekatan kita kepada Allah.
Next kita akan cerita tentang Sayyidah Hajar ya, wanita mulia yang patuh kepada Allah dan suaminya, yang mendulang pahala yang banyak hingga hari ini.
0 komentar