Novel “Sendiri” karya Tere Liye
“Lagi-lagi tentang kehilangan. Kapan kalian mau belajar dengan mudah menerima kehilangan itu?”
“Kau tahu, Bambang, di negeri ini juga ada seseorang yang kehilangan sesuatu yang sangat berharga. Dia hanya sibuk mengurus rasa sakit di hatinya, sibuk membahas kehilangannya, tapi tidak pernah menyadari bahwa dia telah menyebabkan jutaan makhluk lain kehilangan gara-gara dia.”
Bambang, seorang lelaki berusia 70 tahun, kehilangan belahan jiwanya. Awalnya, saya sempat berpikir, apa istimewanya kisah seorang pria 70 tahun yang kehilangan pasangan hidup? Bukankah itu hal yang lumrah? Secara logika, kehilangan pasangan hidup di usia senja adalah sesuatu yang wajar. Tidak ada yang istimewa untuk diceritakan. Namun, ini Tere Liye. Dia selalu memiliki cara unik untuk menghadirkan cerita yang berbeda dan istimewa.
Susi, istrinya, adalah wanita paling sempurna di semesta. Kebaikan hati dan ketulusannya membuatnya dicintai oleh semua orang—keluarga, kerabat, murid-muridnya, bahkan hewan dan tumbuh-tumbuhan. Semua merasakan kehilangan yang mendalam ketika dia pergi.
Kehilangan memang tidak memandang usia atau pemakluman. Rasa sakit karena kehilangan mampu mengubah seorang kesatria menjadi monster yang paling menakutkan, begitu pula sebaliknya.
Lantas, bagaimana jika ada mesin waktu yang dapat membawa kita kembali ke masa lalu? Mengulang pertemuan itu, menemaninya sekali lagi, mencintainya dengan cinta yang lebih sempurna. Jika kita bisa memperbaiki banyak hal, apakah kita tidak akan kehilangan lagi? Ataukah kehilangan itu akan tetap ada, hanya dalam wujud yang berbeda, mungkin lebih menyenangkan?
Apakah ada kehilangan yang belum mampu kamu relakan? Jika iya, maka buku ini bisa menjadi sahabat terbaik untuk membantu hatimu berdamai dengan rasa itu.
0 komentar