Pict from : https://id.pinterest.com/pin/350084571010759879/
Lama tak bicara tentang hujan. Bukan karena kemarau, bukankah kita
tau bahwa tidak pernah benar-benar kemarau di kota kita. Seperti tidak pernah
benar-benar ada kita dalam kita.
Dulu kita selalu melakukan ritual kebahagiaan untuk menyapa hujan
yang turun. Kita seperti berlomba untuk saling mengabari tentang rintik pertama
yang hinggap di kaca jendela. Kau yang menyebut dirimu penyuka hujan namun
selalu bersembunyi di balik kaca jendela. Sementara aku yang sombong,
berkali-kali memeluk hujan lalu kemudian kesakitan.
Bukan hanya satu ketika dimana hujan turun dan aku masih sangat
ingin menyapamu. Namun entahlah, mengapa menjadi begitu sulit mengatakan hal
sederhana kepada seseorang yang masih selalu disini. Hanya karena aku tak ingin
kau menyadari, bahwa aku tengah rindu kamu yang dulu.
Bukan satu ketika dimana aku sangat ingin kita kembali tertahan
disatu ruangan kecil karena hujan seperti saat pertama kita bertemu. Sebuah
ruang yang kini ku sebut kenangan. Sebuah ruang yang ternyata bukan hanya
menahan langkah kita siang itu, tapi juga hatiku.
Malam ini hujan. Dan aku melihatmu berteduh disebrang sana.
Menadahkan tangan dibawah rinai yang jatuh dari atap tempat kau hinggap.
Kemarau memang tidak pernah benar-benar kemarau di kota ini. Seperti kita yang
tidak pernah benar-benar menjadi kita sejak awal. Malam ini aku tau, kita
sama-sama bicara tentang hujan. Aku pada kertas ini, dan kau pada wanita
disebelahmu di sebrang sana.
PluviLyu | Balikpapan, 19 April 2019
0 komentar