Mengenang




Lama tak bicara tentang hujan. Bukan karena kemarau, bukankah kita tau bahwa tidak pernah benar-benar kemarau di kota kita. Seperti tidak pernah benar-benar ada kita dalam kita.
Dulu kita selalu melakukan ritual kebahagiaan untuk menyapa hujan yang turun. Kita seperti berlomba untuk saling mengabari tentang rintik pertama yang hinggap di kaca jendela. Kau yang menyebut dirimu penyuka hujan namun selalu bersembunyi di balik kaca jendela. Sementara aku yang sombong, berkali-kali memeluk hujan lalu kemudian kesakitan.
Bukan hanya satu ketika dimana hujan turun dan aku masih sangat ingin menyapamu. Namun entahlah, mengapa menjadi begitu sulit mengatakan hal sederhana kepada seseorang yang masih selalu disini. Hanya karena aku tak ingin kau menyadari, bahwa aku tengah rindu kamu yang dulu.
Bukan satu ketika dimana aku sangat ingin kita kembali tertahan disatu ruangan kecil karena hujan seperti saat pertama kita bertemu. Sebuah ruang yang kini ku sebut kenangan. Sebuah ruang yang ternyata bukan hanya menahan langkah kita siang itu, tapi juga hatiku.
Malam ini hujan. Dan aku melihatmu berteduh disebrang sana. Menadahkan tangan dibawah rinai yang jatuh dari atap tempat kau hinggap. Kemarau memang tidak pernah benar-benar kemarau di kota ini. Seperti kita yang tidak pernah benar-benar menjadi kita sejak awal. Malam ini aku tau, kita sama-sama bicara tentang hujan. Aku pada kertas ini, dan kau pada wanita disebelahmu di sebrang sana.

PluviLyu | Balikpapan, 19 April 2019



0 komentar