Ayah dan Hari Favoritnya







Ayah suka 10 Dzulhijjah, entah karena tugasnya menyembelih kurban atau justru karena kepala kambing yang selalu dibawa pulang. Entahlah, aku tidak banyak tahu tentang itu. Seperti tulisan ini yang sebenarnya ingin kutulis lebih romantis. Ayah dan warna favoritnya, ayah dan langit yang paling disukainya. Tapi aku hanya anak perempuan yang gagal mengetahui hal-hal kecil tentangmu. Bukankah kita pernah lama asing lalu kemudian bertemu kembali.


Aku tidak tahu kapan pertama kali kau jatuh cinta. Apa yang meyakinkanmu memilih untuk menikah. Dan apa yang paling kau cintai dari ibu. Aku tidak tahu apa yang pernah mengganggu tidurmu, apakah berpisah denganku dulu pernah begitu kau sesali, atau bagaimana bahagianya saat kuputuskan tinggal denganmu beberapa tahun yang lalu.


Ternyata banyak cinta yang besar di dunia ini yang tumbuh tanpa banyak kata-kata, tanpa banyak bicara, tanpa banyak komunikasi. Dia tumbuh perlahan dalam diam dengan penuh kesungguhan.


Someone said, sebenarnya orang-orang yang kita cintai itu tidak pernah benar-benar pergi. Mereka masih hidup dalam diri kita, lewat doa-doa yang pernah memudahkan langkah kita. Lewat kata-kata yang akhirnya menguatkan kita. Dan lewat banyak cinta yang menemani kita tumbuh dan menjadi hari ini.


Tapi aku bingung, setiap kali aku mengingatmu. Bisa jadi karena aku sedih tapi aku tak punya banyak hal untuk diingat sebab kenangan kita memang tak banyak. Aku tak ingat pernah ada pelukan, tak pernah saling rangkul. Atau mungkin aku hanya lupa, sebab aku masih terlalu kecil saat kita masih hangat-hangatnya.


Tapi nyatanya sedikit kenangan itu tetap meyakinkan aku bahwa kau yang paling cinta aku di dunia. Lewat salahku yang kau terima, lewat marahmu yang tak pernah tertuju padaku, lewat lisan yang lain tentang bagaimana kau bangga padaku.


Hari ini kunyalakan lilin kecil dalam hati untuk mengingatmu.




0 komentar