Catatan Selepas Hujan
  • Perjalanan
  • Cerpen
  • Prosa/Puisi
  • Journal
  • Books and Movies
  • Ruang Makna

Journal

Ruang Makna

Tentang Aku




Evaporasi

Segala yang berawal dari hal-hal kecil yang berhasil menyentuh inti hatimu. Seperti matahari yang memanaskan airlaut, beberapa peristiwa membakar hatimu diam-diam. Kalimat - kalimat menyakitkan, kehilangan yang tiba-tiba, penolakan, atau perasaan yang terabaikan. Dari sanalah buih-buih perasaan itu mulai menguap, perlahan naik menyusup dalam ruang hati.


Kondensasi

Uap-uap perasaan itu bertemu sikap dingin dan realitas. Ia tak lagi bergerak bebas. Ia mengendap, berubah menjadi luka yang diam-diam tumbuh. Luka yang tak terlihat, namun nyata tersimpan - tertahan dalam dada.


Koalesensi

Luka itu membaur dengan partikel rasa lainnya. Ia bertemu amarah, kecewa, sedih, rasa tak dihargai. Semua partikel perasaan itu melebur menjadi satu tanpa pernah tau mana yang paling menyakitkan. Semua menyatu terakumulasi membentuk sebuah awan-awan kecil di dinding hati. Awan yang menggantung di langit-langit hati.


Presipitasi

Sampai akhirnya, dinding pertahanan itu pecah. Awan yang mengantung semakin besar dan menyesakkan beban perasaan yang teramat hebat. Perasaan-perasaan itu jatuh dalam bentuk hujan. Kadang ua jatuh menetes serupa airmata. Namun tak jarang ia meledak serupa badai yang memukul apapun yang ada di hadapannya. Saat dimana hati tak lagi mampu membendungnya.


Infiltrasi

Beberapa perasaan menyerap ke dalam hati. Ia tak pernah benar-benar pergi. Ia menyusup ke dalam hatimu - ke dalam hatinya - kedalam hati yang lain. Membentuk luka yang baru, mengulang siklus yang sama. 




Manusia dan badainya. Masing-masing kita memeluk lukanya sendiri-sendiri, berusaha kuat ditengah tuntutan sebuah pencapaian. Padahal bagi sebagian orang, bertahan sampai hari ini saja adalah sebuah kemenangan.


Tidak semua orang punya nyaman untuk berteduh

Tidak semua kita punya peluk yang menenangkan

Banyak dari kita yang tumbuh dengan memeluk luka


Yang tumbuh dengan menahan hati yang mendarah

Tidak semua kita disambut ramah oleh semesta,

Sebagian harus menukar banyak rela demi senyum yang tidak lama


Semoga segala hal buruk yang pernah menyapa di masa lalu tidak hanya membuat kita kuat, tapi juga membuat kita lebih bijaksana dan tumbuh dengan lebih baik. 


Meski tidak pernah ada kata siap untuk sesuatu yang menyakitkan, namun semoga selalu ada kata berhasil untuk setiap hal sulit yang dilalui


Peluk sayang seluas dunia untuk yang berusaha sembuh dalam lukanya masing-masing.


Balikpapan | 15 Mei 2023






Mah, bagaimana kabarmu di alam itu? Sudah sangat lama ya. Kalau aku serindu ini, mama pasti lebih besar lagi rindunya.

Mah, apa yang engkau lakukan untuk mengisi waktu tunggu disana? Semoga malaikat-malaikat menemanimu merajut kain hangat untuk di selendangkan di bahu, atau sekedar menemanimu berbincang sambil minum teh.

Apakah ayah sudah sampai? Aku lupa bertanya pada Tuhan panjang jarak yang harus di tempuh ayah untuk bertemu engkau. Atau jangan-jangan kalian justru sudah bersama sekarang. Berbincang tentang banyak hal. Terutama perihal waktu yang kalian lalui tanpa masing-masing satu sama lain.

Sambil minum teh dan kopi, cobalah untuk mulai kalian bahas tentang rumah kita di surga nanti. Aku minta rumah yang luas sebab keluarga kita akan banyak sekali, dengan sebuah taman dan pohon rindang, ada air mengalir di tepi taman yang gemericik nya serupa suara tasbih. Seperti biasa, aku ingin kamar dengan jendela yang menatap ke langit. Sebab disini aku sudah terbiasa bercerita dengan bintang-bintang setiap kali rindu dengan apapun, aku khawatir kalau-kalau disurga bintang-bintang masih menunggu cerita-ceritaku.

Mah, ada satu lagu berjudul ibu yang bertahun-tahun lamanya selalu mengingatkanku padamu. Nyaris seluruh alunan musik dan syairnya begitu indah untuk seorang ibu. Kalau saja aku ini seorang guru kanak-kanak, mungkin lagu itu akan aku jadikan lagu wajib untuk dinyanyikan semua anak di dunia ini untuk ibunya. Walau sejujurnya, lagu itu membuat rinduku kian kesakitan sebab lagu itu terlalu indah namun menyakitkan karena kau tak ada.

Semoga panjang waktu kita di surga nanti, sebab di dunia yang sekali ini aku hanya bersamamu tiga tahun, dan nyaris tak ada gambar dimana kita berdua. Disini aku sedang memintal kain sutra putih, kelak akan aku bawa sebagai hijabmu, aku sering memintakan maafmu pada Tuhan, sebab tak sempat mengenakannya di dunia. Terbatas ilmu waktu itu, begitulah zaman - mereka punya sifatnya masing-masing. Aku berdoa semoga zaman tidak pernah mengambil iman di dadaku sampai aku pulang nanti, sebab itu satu-satunya pakaian yang bila tak ada maka aku bukan menggigil namun terbakar bara, sungguh aku tak ingin.

Mah, masih banyak yang harus aku selesaikan disini. Meski aku tak cukup tau berapa lama waktu yang aku punya. Kadang aku melakukan yang terbaik, tapi seringkali aku terbuai lalai. Tuhan baik sekali, selalu mengajakku pulang bila tersesat, mungkin doa-doamu dan ayah yang selalu meminta baikku, yang membuat kompasku masih terus menyala. Kata mereka, hal paling berharga didunia ini adalah orang tua yang soleh - solehah, indah sekali kalimat itu - apalagi aku pernah merasakannya. Aku sedang berupaya, semoga kelak aku bisa menjadi seperti itu. Jadi seorang ibu yang solehah dan qurrota a’yun bagi keluarganya. Doakan aku bertemu pria seperti ayah, yang sederhana tapi dekat dengan Al Qur’an. Yang bisa mengajakku ke surga, meski banyak salah yang mungkin akan kami lakukan bersama, tapi akan saling memperbaiki satu sama lain, sebab tujuannya tidak pernah berubah, surga Allah.

Mah, sudah dulu ya, sudah dekat pukul 00.00 hari ibu akan habis, meski cintaku padamu takkan pernah habis. Doakan aku selalu, akupun begitu. Jangan terlalu khawatir, aku baik - kuat - dan bahagia disini sebab Allah selalu baik padaku, Allah mengurusku dengan sangat baik. Sampai jumpa, nanti disurga. 





Aku senang menemukan diriku kembali aktif dan produktif. Aku juga senang ketika diriku sesaat menarik diri dari kerumunan dan diam disudut kamar tanpa bising apapun.

Aku senang mendapati diriku menarik diri dari peredaran untuk mengisi kembali energi. Pun aku senang ketika aku kembali mencoba berbagai hal sederhana yang mungkin tak seberapa tapi itu membahagiakanku.

Aku menyukai setiap fase itu, sebab darisana aku memahami bahwa aku mengenali diriku cukup baik, tahu apa yang aku mau dan aku butuhkan.

Diantara fase-fase itu, aku juga sering diserang rasa khawatir. Takut pada sesuatu yang semu dan tak nyata. Berusaha menemukan seseorang yang mengenalku dengan cukup baik, melalui obrolan panjang untuk mencari pertolongan. 

Dan yang selalu, adalah ;  percakapan-percakapan penuh airmata dengan Tuhan tentang seluruh kelemahanku. 

Aku tau bahwa diriku tak harus selalu diterima. Mungkin sesekali orang terdekatpun gagal memahami inginku. Dan setiap orang memang tidak harus selalu berbaik sangka padaku. Aku belajar menerima semua itu.

Perjalanan mengenali diri - menerima diri - dan memanusiakan diri, mungkin memang tidak akan pernah selesai. Kita dipenuhi pikiran dan prasangka. Kita diserang takut dan kekhawatiran. Kita tenggelam dalam kesedihan. 

Tapi sungguh itu tak apa. 

Seperti bayi yang harus melalui fase merangkaknya terlebih dahulu. Baru kemudian berjalan perlahan, dan berani berlari. Ternyata kita kerap kali mengulang-ulang fase itu dalam jiwa kita. 

Balikpapan, 1 Desember 2024


“MANUSIA”  Mereka menjejalkan diri ke dalam kereta api kilat, tetapi lupa apa yang mereka cari. Maka itu mereka pontang panting dan hilir mudik.




Ada cinta dalam buku ini. Ketika setangkai mawar bertindak bodoh demi menarik hati sang pangeran cilik. Pangeran menyadari bahwa itu berlebihan, tapi lucunya - dia terlanjur jatuh cinta. Pangeran cilik pergi meninggalkan setangkai mawar itu di planetnya, namun hatinya terlanjur jatuh pada sang mawar. Meski ada ratusan mawar lain dalam perjalanannya, itu tidak akan berarti apa-apa. Ia hanya merindukan satu-satunya mawar dalam planetnya.


Perjalanan pangeran cilik dari planet ke planet memberi banyak pemaknaan terhadap karakter manusia. Ia bertemu dengan seorang raja yang ingin selalu di patuhi. Bertemu dengan seseorang yang sombong. Si pemabuk yang minum karena malu, malu karena mabuk. Pengusaha yang sibuk yang menjual bintang untuk kemudian memiliki bintang lagi. Hidupnya habis untuk menghitung bintang. 

Aku suka buku ini, ia menyadarkan betapa manusia itu rumit, tapi sering tak memahami untuk apa semua kerumitan itu membelenggunya, sehingga lupa apa itu hidup.


https://pin.it/4DUDKvjmd


Salah satu kisah dari Nabi Ibrahim AS yang sukses buat aku baper banget adalah ketika beliau harus meninggalkan istri dan bayinya yang masih merah di padang pasir yang tandus dan gersang. 

Kalau selama ini ketika mendengar kisah nabi Ibrahim kita lebih familiar dengan kisah dibalik perintah Qurban, ada kisah lain sebelum perintah itu turun yang gak kalah bapernya lho. Yaitu ketika Nabi Ibrahim diperintahkan oleh Allah untuk membawa Hajar dan Ismail menuju gurun pasir tandus yakni lembah Bakkah yang saat ini lebih kita kenal dengan sebutan Kota Makkah.


Seperti yang sudah saya ceritakan di kisah sebelumnya pada kisah Ibunda Sarah, disini saya akan cerita secara singkat perihal Sayyidah Hajar. Menurut riwayat ada dua versi yang perlu di padu padankan. Ada riwayat yang mengatakan bahwa Sayyidah Hajar adalah putri seorang Raja, di riwayat lain dikatakan bahwa beliau adalah seorang budak. Dikutip dari buku IBRAHIM “Manusia Paling Mesra dengan Tuhannya” karya Ust Salim A. Fillah. Maka kedua riwayat tersebut dipadukan bahwa memang Hajar adalah putri dari Raja Mesir, namun bukan Mesir Hilir yang dikunjungi oleh Nabi Ibrahim melainkan Mesir dibagian Hulu. Pada suatu zaman kedua kerajaan tersebut berperang dan Mesir hulu mengalami kekalaham sehingga keluarganya diambil menjadi tawanan, inilah yang akhirnya menjadikan Hajar sebagai budak. Yang kemudian oleh sang Raja dihadiahkan kepada Sarah pada kunjungannya saat itu.


Singkat cerita pada saat itu Sarah - istri dari Nabi Ibrahim belum juga di karuniai anak, sehingga menimbulkan keresahan dan kegundahan di hati Nabi Ibrahim yang berharap memiliki keturunan untuk melanjutkan risalah tauhid yang dibawanya, melanjutkan perjuangannya menyebarkan agama Allah. Melihat keresahan itu maka Sarah meminta sang Suami untuk menikahi Hajar. Meski awalnya Nabi Ibrahim sempat menolak namun akhirnya beliau menyetujui.


Maka atas pernikahan tersebut lahirlah seorang anak laki-laki yang kelak juga akan menjadi Nabi yaitu Ismail. Kelahiran Ismail mengakibatkan perhatian Nabi Ibrahim semakin terbagi bahkan cenderung lebih memperhatikan Hajar. Maklumlah ya namanya juga baru lahiran, dan ada anak bayi yang memang sudah lama dinantikan. Namun Sarah wanita biasa, yang akhirnya merasakan cemburu ketika merasa semakin terbagi perhatian suaminya. Sehingga rasa cemburu itu pada suatu hari membuatnya sangat emosi dan bersumpah akan memotong tubuh Hajar menjadi tiga bagian (cemburunya wanita itu memang menyeramkan ya guys dari jaman dulu).


Atas kejadian tersebut, karena Allah juga begitu mencintai Sarah maupun Hajar, karena keduanya sama-sama wanita salehah maka Allah menurunkan perintah kepada Nabi Ibrahim untuk membawa Hajar ke lembah Bakkah. Agar masalah tersebut tidak meruncing dan menjadi masalah yang besar. Ketika Sarah marah, Hajarpun mengenakan pakaian yang disebut Nithaqah atau sabuk yang diikatkan kepinggang untuk mengikat kain kebawah, ini adalah simbol pakaian seorang pelayan. Seakan ia ingin mengatakan kepada Sarah “Wahai Yunda sesungguhnya aku hanyalah pelayanmu. Tidak mungkin aku bermaksud buruk kepadamu, dan anak ini hakikatnya adalah anak kita, bukan hanya anakku saja.” MasyaAllah betapa tulus dan sabarnya ya Sayyidah Hajar sebagai seorang wanita, memang inilah salah satu ciri karakter wanita salehah, hatinya tulus, perangainya sabar dan penuh kasih sayang.


Setelah itu kecemburuan Sarah mereda, lalu sumpah untuk memotong tubuh Hajar kelak Allahpun menggantikan untukknya satu sunnah kebaikan yang ditunaikan kepada wanita, yaitu dengan menindik telinga kanan dan kiri untuk memasang giwang atau anting dan dengan melakukan khitan bagi perempuan. Namun perjalanan itu tetap dilakukan, sebab inilah kelak yang menjadi muasal timbulnya peradaban baru di kota Makkah. Bahkan Hajar pergi menggunakan pakaian Nithaqah dan kainnya yang sangat panjang yang dibiarkan terjulur ketanah sehingga setiap langkahnya tersapu oleh pakaiannya, agar Sarah tidak dapat mengikuti kemana Hajar pergi.


Hajar melangkah pergi membawa bayinya, meski ia tak pernah tau kemana sebenarnya suaminya hendak membawanya beserta bayinya. Namun disinilah letak kemuliaan seorang wanita yang salehah, ia patuh kepada sang suami apapun yang diperintahkan. Sebab ia tau bahwa suaminya adalah seorang yang soleh, maka untuk lebih mudah mematuhi suami pilihlah ia yang soleh yang kamu yakin pantas untuk di patuhi seumur hidup. Kepatuhan inilah yang kelak akan membawa kemuliaan pada Hajar.


Alkisah sampailah mereka ke lembah Bakkah atau Makkah. Ketika tiba Hajar berhenti menyusui Ismail yang masih bayi merah pada saat itu. Ketika Hajar sedang menyusui turunlah perintah dari Allah kepada Ibrahim “Wahai Ibrahim, tinggalkan anak dan istrimu di lembah ini” Ibrahim cukup terkejut mendengar perintah itu. Bagaimana beliau sebagai seoang suami harus meninggalkan istri dan bayinya yang masih merah di lembah yang tidak ada satupun hal disana. Bukankah seharusnya ia menjaga dan menemani mereka. Namun beliau diperintahkan oleh Allah untuk berpisah, meninggalkan kedua makhluk lemah ini di lembah yang begitu kering, gersang, tandus tanpa makhluk hidup satupun disana.  “Bagaimana mungkin aku harus meninggalkan Mereka ya Allah. Tidak ya Allah ini sangat berat bagaimana mungkin aku lari dari tanggung jawab dengan pergi meninggalkan bayi merah aku dan istriku.” Perasaan Ibrahim campur aduk, beliau merasa sedih dan tidak berdaya. Namun disisi lain beliau meyakini, bukankah ini adalah perintah Allah, maka perintah itu pastilah yang terbaik. Beliau tahu bahwa perintah Allah tidak mungkin membawa keburukan bagi hambanya. Dengan berprasangka baik kepada Allah maka Ibrahim pun berjalan ke arah utara perlahan-lahan kembali ke Kan’an, Baitul Maqdis. Berniat hanya di dalam hatinya tanpa mengatakan apapun - tanpa berpamitan kepada Hajar, sebab ini sungguhlah sangat berat baginya. Bagaimana mungkin ia harus mengatakan kepada Hajar bahwa ia akan pergi meninggalkan mereka. Beliau melangkah perlahan tanpa kata-kata.


Ketika melihat Ibrahim berjalan ke utara Hajar yang sedang menyusui bayinya kemudian tersadar, ia bangkit berdiri berlari kecil mengejar Ibrahim dan bertanya “Hai Ibrahim kenapa kau tinggalkan kami?” Ibrahim yang mendengar pertanyaan itu serasa di palu Godam di dalam dadanya. Seperti sebuah batu besar menghantam hatinya. Beliau tidak sanggup menjawabnya. Sebagaiaman sikap laki-laki pada umumnya ketika dihadapkan pada persoalan yang pelik dan rumit beliau juga kesulitan untuk berkata-kata. Tidak ada jawaban yang bisa diberikan, di dalam hati beliau hanya terus berdoa.


Hajar masih bertanya “Hai Ibrahim kenapa kau tinggalkan kami?” Dan Ibrahim tetap berjalan sambil menghela nafas panjang sambil berdoa di dalam hati. Sampai tiga kali Hajar bertanya Ibrahim tidak mampu menjawab. Maka dengan kecerdasan Hajar yang merubah pertanyaan tersebut sebab Dia sangat mengenal suaminya. Dia tau bahwa suaminya tidak akan mampu menjawab pertanyaan itu maka dia mengganti pertanyaannya dengan “Apakah ini perintah Allah?” 


Seketika nabi Ibrahim berbalik menggenggam tangan istrinya menatap matanya kemudian berkata “Benar, ini perintah Allah.” Maka Hajar bergegas menepis tangan suaminya dan berkata “Kalau ini perintah Allah maka sekali kali Allah tidak akan pernah menyia-nyiakan kami, pergilah.”. Keyakinan yang luar biasa yang tumbuh dalam hati Hajar kepada Allah. Sebab ia tahu bahwa ini adalah perintah Allah maka sekali kali ia tidak akan pernah mempertanyakannya. Perlindungan Allah bagi kami adalah cukup, lebih dari perlindungan semua manusia, bahkan perlindungan dari suaminya sendiri. Allah lebih Agung dan mulia. Begitulah keyakinan di hati Hajar. Ibrahim pun kembali melanjutkan perjalanan dengan langkah yang lebih mantap sebab beliau percaya kepada istrinya.


Namun sebagai seorang suami dan ayah yang bertanggung jawab, kesedihan itu tetap beliau rasakan di dalam hatinya. Dalam perjalanannya nabi Ibrahim terus berbicara kepada Allah didalam hati. Ya Allah aku tinggalkan anak dan istriku dilembah yang tidak ada kehidupan didalamnya. Tidak ada air, tidak ada tumbuhan, tidak ada unta disana, maka jagalah mereka dengan sebaik-baik penjagaanMu ya Allah. Lalu beliau berdoa “Ya Allah buatlah hati manusia condong kepada mereka, buatlah hati manusia terpaut ke Kabbah. Agar ada kehidupan disana, agar mereka tidak seorang diri disana.” Betapa luar biasanya doa Nabi Ibrahim tersebut sehingga kita semua bisa merasakan pengabulan doa tersebut hingga hari ini. 


Melanjutkan perjuangan Hajar di gurun pasir yang tandus. Keyakinan kepada Allah sangatlah kuat “Kalau ini perintah Allah, Allah tidak akan menyia-nyiakan kami.” Namun apakah Allah membiarkan keyakinan itu hanya sebatas keyakinan? Apakah Allah dengan mudah memberi pertolongan begitu saja? Tidak. Ujian atas ungkapan keimanan Hajar itu juga juga dirasakan olehnya. Makanan yang disisakan Ibrahim tuntas tak tersisa, bahkan setetes airpun tak ada. Ketika air susunya semakin sedikit Ismail menangis karena lapar. Maka berjalanlah Hajar dengan sisa-sisa tenaga nyaris merangkak untuk menaiki bukit Safa. Di atas bukit ia mencari air. Dia mengedarkan pandangan ke sekeliling, adakah orang untuk dimintai tolong. Sepi, sunyi. Dia pun turun dari Safa berlari kecil menuju bukit di seberang, namanya Marwah. Di sana ia mendaki lagi. Dia lihat lagi. Adakah orang, adakah air, tidak ada. Kembali lagi ke Safa dan kembali lagi ke Marwah. Sampai tujuh kali dengan mengerahkan semua kemampuan yang tersisa, sisa tenaga yang masih ada.


Maka melihat usaha tersebut turunlah perintah dan pertolongan Allah. Allah perintahkan malaikat Jibril turun dan dengan sayapnya menghantam permukaan bumi tepat di bawah kaki Ismail yang sedang menangis. Bumi merekah lalu muncullah mata air memancar di sana. Hajar turun bergegas menuju Ismail, betapa bahagia menemukan air yang memancar dibawah kaki bayinya. Betapa sesuai dengan janji Allah “Bahwa orang yang bertakwa kepada Allah itu dijanjikan baginya jalan keluar dan diberi rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka”. Hajar bolak-balik mencari pertolongan antara Safa dan Marwa tapi pertolongan itu ternyata begitu dekat di kaki bayinya. Tidak terduga, tidak disangka, namun nyata. Hajar melihat air itu meluber mengalir ke segala penjuru maka beliau berkata “Zam.. Zam.. Zam.” yang dalam bahasa Hajar berarti “Berkumpul.. berkumpul.. berkumpul.” Kalau tidak mengatakan itu, mungkin air telur mengalir kesegala penjuru memenuhi Bakkah seperti sebuah lautan. Namun perkataan Hajar tersebut membuat air mengalir dalam satu kumpulan mata air, namun kuasa Allah air itu masih terus mengalir hingga hari ini.


Bukan hanya itu kemudian Allah mengabulkan doa nabi Ibrahim sebelumnya. Ketika sekelompok orang yang juga sama seperti Hajar berkeliling ke sana kemari mencari air akhirnya mereka menemukan Hajar dan anaknya yang memiliki begitu banyak air sehingga mereka meminta air tersebut kepada Hajar. Maka dengan ketulusan hati Hajar memberikan air tersebut sebagai bantuan kepada mereka, sekelompok orang tersebut memutuskan untuk membuat pemukiman di area tersebut dan dari sanalah terbentuknya peradaban baru di kota Bakkah atau kita kenal dengan Makkah. Saat itulah asal muasal kota Makkah. Itulah bentuk pengabulan doa Nabi Ibrahim tadi. Allah menghadirkan sekelompok orang dan membuatnya condong kepada Bakkah agar anak dan istrinya tidak lagi sendirian ditengah padang pasir. Disanalah kemudian Nabi Ismail dibesarkan.


Bahkan doa nabi Ibrahim dalam perjalanannya tadi yaitu “Ya Allah buatlah hati manusia condong kepada mereka, terpaut ke Kabbah, agar ada kehidupan disana, agar mereka tidak seorang diri.” Doa tersebut masih kita rasakan pengabulan nya sampai hari ini. Apabila kita merasa merindukan Makkah, rindu untuk mengunjungi Kabbah maka ketahuilah bahwa pada saat itu doa Nabi Ibrahim sedang diijabah oleh Allah. Itu adalah salah satu bentuk perwujudan doa nabi Ibrahim yang masih kita rasakan sampai hari ini. 


Setiap kerinduan untuk umroh dalam diri umat manusia adalah jawaban atas doa nabi Ibrahim AS. Doa yang sangat powerfull, sampai kita yang tidak berhubungan secara langsung juga ikut merasakannya. Dan tahukah kalian seberapa besar pahala yang dituai oleh Hajar atas keyakinannya kepada Allah hari itu. Hingga hari ini ketika kita meminum air Zamzam, ketika kita menunaikan umroh dan melaksanakan rukun berjalan dari Safa dan Marwah, maka hingga hari ini pahala ikut mengalir kepada Hajar, begitulah janji Allah kepada hambanya yang bertaqwa kepada Allah dengan kesungguhan hati. Kepada hamba Allah yang patuh kepada suaminya. 


Barakallahu fii ilmi. Saya senang sekali mendengar kisah ini, rasanya banyak sekali ilmu yang bisa kita ambil hanya dari satu potongan kisah. Tentang bagaimana tulusnya hati Sayyidah Hajar dalam menerima setiap takdirnya. Bahwa keyakinan yang utuh kepada Allah bukan hanya memberi pertolongan, namun juga memberi kehidupan yang baru dan luar biasa. Wanita salehah sepertinya bahkan dibiarkan oleh Allah melalui ujian keikhlasan yang luar biasa. Ikhlas ketika dicemburui, ikhlas ketika harus pergi, ikhlas dan patuh mengikuti suaminya meski tak tahu akan dibawa kemana. Ikhlas ketika ditinggalkan oleh bayinya yang masih merah. 


Selain ketulusan dan keikhlasan, dari beliau juga kita belajar bagaimana menjadi wanita yang tangguh dan hebat. Menjadi wanita yang kuat bertahan pada musim-musim yang menyakitkan dalam hidup. Ditinggalkan sendirian di padang pasir yang tandus, kehabisan makanan dan minuman. Namun keyakinan kepada Allah tidak pernah surut. Bahkan beliau tidak manja - tidak dengan mudahnya hanya berdoa “Ya Allah tunjukkan kuasaMu”, bukan begitu cara yang beliau pilih. Beliau memilih untuk berusaha, berjalan bolak balik dari Safa dan Marwa, berusaha mencari kebaikan Allah, tidak tinggal diam menunggu pertolongan. Bahkan ketika air itu ternyata keluar dari kaki bayinya beliau juga tidak mengumpat - tidak merasa bahwa usahanya sia-sia. Sebab ia yakin dan percaya bahwa begitulah pola pertolongan yang Allah pilih untuknya. Allah ingin melihat ikhtiarnya, Allah ingin menilai usahanya. Maka Maha suci Allah yang memberi balasan kebaikan dan kemuliaan kepada beliau. Sehingga dengan kekuasaan Allah kita hingga kini masih melihat bahkan merasakan hasil dari ikhtiarnya seorang wanita dalam meyakini Tauhid nya kepada Allah. Sebagai wanita rasanya sangat bangga sekali dengan beliau sebagai panutan. Panutan atas kekuatan dan keikhlasan hatinya.


Betapa powerfull doa nabi Ibrahim. Doa yang dibalut cinta kepada istri dan anaknya. Doa yang didasari keyakinan kepada Allah Azza Wa Jalla. Bahkan dari sini kita bisa belajar bahwa mencinta itu tidak selalu dengan mendampingi. Ada kalanya kita perlu meninggalkan - berjarak dengan orang yang kita cintai, untuk menumbuhkan kekuatan dalam diri mereka, untuk mengeluarkan potensi yang terpendam didalam diri mereka. Bahwa bentuk cinta itu sangatlah banyak. Meninggalkan bukan berarti tidak cinta. Sebab ada wujud cinta lainnya yakni mendoakan. Kepedihan hati beliau meninggalkan istri dan bayinya membawa beliau pada percakapan-percakapan dengan Allah disepanjang perjalanan. Diceritakannya kepada Allah apa yang dialami oleh anak dan istrinya. Kemudian kepedihan itu menjelma dalam wujud doa. Dan atas kekuatan doa itulah kita sampai saat ini bisa merasakan betapa indahnya kerinduan untuk mengunjungi Kabbah. Semua itu berawal dari cinta dan keyakinan yang disandarkan kepada Allah.


Semoga Allah senantiasa memberi rahmatnya kepada kita semua untuk mau terus belajar dari kisah-kisah Nabi dan Rasul kita yang terdahulu. Agar mampu memetik banyak hikmah dan kebaikan dari mereka. Sungguh apapun rasa sakit yang kita rasakan saat ini pastilah pernah dicontohkan dan dikisahkan dalam kisah nabi dan rasul. Maka dengan menyimak kisah mereka semoga menjadi petunjuk kebaikan bagi kita semua dalam menghadapi setiap kemelut yang hadir dalam hidup kita. Sebagaimana telah Allah turunkan Al Qur’an dan Sunnah sebagai tuntunan dan pedoman hidup kita.  Maka carilah jalan keluar itu melalu apa yang telah Allah turunkan.



*Mohon maaf apabila ada kekeliruan dalam penulisan dan penyampaian. Tulisan ini beberapa saya ambil dari buku IBRAHIM “Manusia Paling Mesra dengan Tuhannya” dan sebagian mendengar ceramah Ust Nuzul Dzikri di Youtube, kemudian saya ceritakan kembali dari memberi hikmah dari sudut pandang saya pribadi. Barakallu Fiik.


https://pin.it/3UyoqKDMn



Mengapa harus jadi wanita beriman yang shalehah?

Agar dicintai Allah dan mendapat sebaik-baik penjagaan dari Allah.



Beberapa pekan lalu saya meluangkan waktu untuk membaca buku IBRAHIM “Manusia Paling Mesra dengan Tuhannya” karya Ust. Salim A. Fillah. Awalnya saya membaca buku ini karena ingin memahami lebih jauh kisah-kisah para nabi. 


Namun dari kisah Nabi Ibrahim ada hal lain yang saya petik dari buku ini, yaitu terfokus pada kisah Bunda Sarah, istri pertama Nabi Ibrahim. Dikisahkan bahwa Ibunda Sarah adalah wanita yang mulia dan memiliki kecantikan luar biasa. Apabila diumpamakan pada saat itu maka kecantikan ibunda Sarah adalah separuh dari kecantikan seluruh wanita apabila digabungkan, kalau di kalangan pria tidak ada yang lebih tampan dari Nabi Yusuf, maka kecantikan Ibunda Sarah adalah versi wanitanya.


Bersama dengan ibunda Sarah, Nabi Ibrahim membangun sebuah rumah tangga. Ada satu kisah ketika mereka mengembara dan hijrah dari negeri Haraan menuju Mesir. Di negeri Mesir pada saat itu hiduplah seorang Raja dengan tabiat yang sangat buruk, yaitu sangat gemar dengan wanita-wanita cantik. Bila melihat wanita cantik yang ia sukai maka tanpa pikir panjang akan dijadikan “bahan kesenangan” untuknya. Apabila sang suami tidak menyerahkan istri yang diminta oleh Raja maka suami tersebut akan dibunuh dan istrinya akan di bawa dengan paksa. Bisa dibayangkan bagaimana nasib mereka ketika memasuki ke Mesir. 


Maka pada saat itu Nabi ibrahim dan Sarah menyusun rencana. Mereka sepakat apabila sang raja bertanya hubungan mereka maka katakanlah bahwa mereka kakak beradik. Mengapa? Disatu sisi ini bukan kebohongan, sebab sebagai sesama muslim kita memang bersaudara ehehe. Nah alasan dari semua ini adalah untuk melindungi nyawa mereka berdua dari kemurkaan Raja. Raja dengan perangai buruknya, apabila mengetahui bahwa Nabi Ibrahim adalah suami Sarah maka tentu akan berusaha memisahkan mereka, kemungkinan besar Nabi Ibrahim akan di penjara atau bisa jadi malah dibunuh. Kondisi itu pasti akan menyulitkan mereka berdua dan dengan kata lain menyerahkan Sarah begitu saja tanpa perlawanan. 


Al kisah sampailah mereka di hadapan sang Raja. Sesuai perkiraan, dengan mengatakan bahwa Nabi Ibrahim adalah kakak dari Sarah, sang Raja justru memberi keleluasaan pada Nabi Ibrahim untuk bersama tinggal dalam istana. Maklum lah ya namanya juga kakaknya, pasti harus di baikin donk ya biar dapat persetujuan mendekati adiknya.


Nah pada satu hari Sarah di panggil menuju ruangan sang Raja. Dengan berat hati Nabi Ibrahim melepaskan Sarah sembari berdoa kepada Allah agar dapat terus mengawasi Sarah. Maka Allah membuka tabir antara Ibrahim dan Sarah sehingga Ibrahim dapat melihat Sarah di kejauhan. Duh kebayang gak sih jadi Nabi Ibrahim gimana gelisah dan khawatirnya melihat istri tercinta pergi ke ruangan Raja dan ditinggalkan berdua aja.


Disaat inilah Sarah tidak bisa mengandalkan siapapun selain dirinya dan Allah. Kebayangkan di tinggal berdua doang sama si Raja yang mesum, takut dong yaaa. Tapi dimanakah letak kemuliaan Sarah dalam kisah ini? Konon Sarah adalah wanita yang sangat mulia, beliau wanita yang memegang teguh keimanan, penuh yakin dan taqwa kepada Allah. Hal inilah yang menjadikan Sarah special dimata Allah. Kedekatan Sarah dengan Allah membuat doa Sarah mudah didengar oleh Allah. Apapun doanya langsung Allah kabulkan. 


Kembali ke ruangan sang Raja mesum ini. Hatinya sangat bahagia - berdesir hebat menyaksikan kecantikan ibunda Sarah. Bayangkan betapa bahagianya sang Raja mesum ini melihat wanita tercantik di bumi ada dihadapannya. Maka tidak butuh waktu lama sang Raja berusaha mendekati Sarah. Kemudian Sarah berdoa “Ya Allah, jagalah aku darinya.” Maka apa yang terjadi, tubuh sang Raja yang sedang berusaha mendekati Sarah seketika lumpuh seperempat dari badannya, mungkin semacam stroke. Kemudian tubunya ambruk dan sang Raja mengatakan “Sarah apa yang kamu lakukan, tolonglah aku, aku berjanji tidak akan berbuat buruk kepadamu. Tolong bebaskan aku dari siksaan ini”. Karena Sarah adalah wanita yang lembut hati diapun berdoa “Ya Allah, bebaskanlah dia dari apa yang menimpanya.” Sungguh doa Sarah sangatlah mustajab karena ia adalah perempuan yang berprasangka baik dan shalihah. Maka sembuhlah sang raja dalam seketika.


Namun sang Raja dengan tabiat buruknya tidaklah menyerah. Ketika kembali sehat ia kembali tergoda oleh kecantikan Sarah dan tak mampu menahan diri, maka ia kembali mendekati Sarah. Kemudian Sarah kembali berdoa “ya Allah lindungilah hamba-Mu ini” Maka seketika sang Raja mengalami kelumpuhan yang lebih parah, seperti ditindih oleh batu besar separuh tubuhnya tak bisa bergerak, kemudian kembali memohon kepada Sarah. Sarahpun kembali mendoakan kesembuhannya dan sang Raja kembali sehat. Hal ini terjadi kembali dua kali setelahnya sampai akhirnya sang Raja benar-benar lumpuh seluruh tubuhnya hingga kesulitan berbicara. Namun dengan sisa tenaga ia kembali memohon, kemudian Sarah kembali mendoakan hingga akhirnya sang Raja kembali sembuh. 


Baru setelah itu Sang Raja memanggil para pengawal, Raja ketakutan dan mengira Sarah adalah tukang sihir. Setelah berbincang dengan Sarah dan Ibrahim barulah Sang Raja merasa simpatik dan memerintahkan para prajurit untuk memberi kamar yang baik untuk Sarah dan Nabi ibrahim agar dapat istirahat sejenak. Bahkan bukan hanya itu, Raja juga memerintahkan prajurit untuk memberi teman bagi Sarah, seorang Khadimah atau pelayan perempuan dialah Sayyidah Hajar. Setelah itu berjalanlah lagi mereka menuju Kan’an, Baitul Maqdis. 


Waktu berlalu, Sarah tidak juga memiliki momongan. Sedih dan gundah mereka rasakan, Nabi Ibrahim merenung dan berdoa mohon diberi karunia untuk melanjutkan perjuangan beliau membawa agama Allah melanjutkan risalah tauhidnya. Sarah yang melihat kegundahan suaminya berinisiatif sebagaimana wanita yang shalehah juga ingin memperjuangkan agama Allah. Maka Sarah meminta suaminya untuk menikahi wanita shalehah lainnya demi untuk mendapatkan keturunan yang saleh, wanita shalehah itu tidak lain adalah Sayyidah Hajar. “Wahai suamiku, betapa aku sangat mengerti bahwa engkau mengharapkan adanya keturunan yang melanjutkan perjuanganmu. Maka nikahilah Hajar, pelayanku yang aku merdekakan karena Allah untuk engkau nikahi menjadi istrimu.” Nabi Ibrahim semula enggan, namun didesak oleh Hajar, akhirnya bersedia menikah dengan Hajar.


Seiring berjalannya waktu lahirlah anak mereka, yakni yang kelak juga menjadi seorang nabi yaitu Ismail. Namun sungguh Sarah hanyalah wanita biasa, ketika anak dari Hajar lahir perhatian Nabi Ibrahim semakin terbagi, bahkan cenderung lebih banyak kepada anaknya dan Hajar. Maka timbullah rasa cemburu dihati Sarah. Sarah yang mulia tetaplah wanita biasa dihadapan perasaannya. Pada suatu hari rasa cemburu itu membuatnya sangat marah kepada Hajar dan bersumpah suatu hari akan memotong tiga bagian dari tubuh Sayyidah Hajar (diriwayatkan inilah muasal lahirnya sunnah berkhitan bagi wanita). Sungguh kemarahan yang luar biasa. Lantas bagaimana respon Nabi Ibrahim? Beliau begitu santun, tidak tergesa-gesa untuk langsung marah dan menghukum Sarah. Sebab ia paham bahwa kemarahan Sarah diakibatkan rasa cemburu, dan rasa cemburu itu lahir karena cintanya yang sangat besar kepada suaminya.


Lantas pada bagian ini, dimanakah letak kemuliaan Sarah sebagai wanita yang salehah? Betapa Allah menyayangi Sarah dengan keshalehannya maka Allah melindunginya dari perbuatan yang keji. Turunlah perintah Allah kepada Nabi Ibrahim untuk membawa Sayyidah Hajar dan anaknya Ismail ke lembah Bakkah. Bakkah atau kini dikenal dengan nama Makkah, dari kisah inilah kelak membentuk peradaban baru di Makkah bermula dari Sayyidah Hajar dan Ismail yang diperintahkan oleh Allah untuk ditinggalkan ditengah gurun pasir tanpa siapapun - tanpa bahan makanan apapun. Hal ini juga yang kelak menjadi kemuliaan bagi Sayyidah Hajar yang menunjukkan betapa Maha Adilnya Allah kepada hamba-hambaNya.


Ketika Sarah marah, Hajarpun mengenakan pakaian yang disebut Nithaqah atau sabuk yang diikatkan kepinggang untuk mengikat kain kebawah, ini adalah simbol pakaian seorang pelayan. Seakan ia ingin mengatakan kepada Sarah “Wahai Yunda sesungguhnya aku hanyalah pelayanmu. Tidak mungkin aku bermaksud buruk kepadamu, dan anak ini hakikatnya adalah anak kita, bukan hanya anakku saja.” MasyaAllah betapa tulus dan sabarnya ya Sayyidah Hajar sebagai seorang wanita, memang inilah salah satu ciri karakter wanita salehah, hatinya tulus, perangainya sabar dan penuh kasih sayang.


Setelah itu kecemburuan Sarah mereda, lalu sumpah untuk memotong tubuh Hajar kelak Allahpun menggantikan untukknya satu sunnah kebaikan yang ditunaikan kepada wanita, yaitu dengan menindik telinga kanan dan kiri untuk memasang giwang atau anting dan dengan melakukan khitan bagi perempuan. Namun perjalanan itu tetap dilakukan, sebab inilah kelak yang menjadi muasal timbulnya peradaban baru di kota Makkah. Bahkan Hajar pergi menggunakan pakaian Nithaqah dan kainnya yang sangat panjang yang dibiarkan terjulur ketanah sehingga setiap langkahnya tersapu oleh pakaiannya, agar Sarah tidak dapat mengikuti kemana Hajar pergi.


Nah sampai sini aja ya ceritanya, sekarang aku ingin berbagi hikmah yang aku ambil dari potongan kisah tadi. Kita menyimak bagaimana salehahnya Sarah, ketakwaannya kepada Allah menjadikannya sangat dekat dengan Allah. Kedekatannya dengan Allah membuat doanya mustajab. Semakin dekat seseorang dengan Allah maka semakin mustajab doanya. Bahkan bukan hanya itu. Ketakwaannya juga menjadikan beliau dilindungi oleh Allah dari perbuatan keji, Allah langsung yang menurunkan perintah kepada Nabi ibrahim untuk melindungi Sarah maupun Hajar, sebab Allah tau bagaimana kecemburuan seorang wanita mampu membuatnya dipenuhi emosi.


Kebayang ya kalau di jaman sekarang kita dekat dengan Allah apapun masalah yang kita hadapi kita adukan sama Allah. Pasti teman-teman juga pernah merasakan bagaimana ketika kita didzalimi dan kita memilih diam dihadapan manusia namun mengadukan semua kepada Allah, cepat atau lambat rasanya benar-benar Allah menyelesaikan semuanya. Allah turunkan jalan keluar, bahkan Allah memberi balasan atas perbuatan baik dan buruk itu. Memberi kita balasan atas kesabaran kita dalam menerima takdirNya. Rasanya kita tidak butuh siapapun lagi, Allah saja cukup. Cukup untuk mendengar keluh kesah kita, cukup untuk menjadi penyelamat kita, cukup sebagai pemberi balasan atas segala perbuatan baik kita. 


Dari kisah ini juga kita bisa menyimak betapa Allah Maha melihat. Kan pada masa itu manusia bukan hanya mereka, namun bagaimana detailnya Allah mendengar dan melihat segala keluh kesah mereka. Dari melindungi Sarah dari Raja yang dzalim, bagaimana Allah menggerakkan hati Sarah untuk meminta suaminya menikah dengan Hajar atas kegundahan Nabi Ibrahim yang belum memiliki pewaris dalam menebarkan tauhid, dan bagaimana Allah menurunkan perintah untuk membawa Hajar pergi ketika Sarah sedang marah. Lihatlah betapa setiap detail kehidupan kita di lihat - di dengar - disaksikan langsung oleh Allah. Bahkan di turunkan pula solusi atas setiap permasalahan yang kita hadapi, Allah gak pernah diam aja. Allah menyaksikan - Allah menolong. 


Jangan berpikir bahwa “ah mereka kan Nabi makanya seperti itu.” Hmmm, justru pemikiran itu yang buat kita semakin jauh dari Allah. Bukankah sudah Allah katakan “Aku sebaik prasangka hambaKu.” Jadi pengennya Allah sedekat apa sama kita semua tergantung prasangka kita sendiri. Nabi ataupun bukan Nabi bukankah kita sama-sama hamba Allah, sama ciptaan Allah, sama juga takdir yang kita jalani semua diatur oleh Allah yang satu, dan kelak juga kita kembalinya ke Allah. 


Jadi, mau seberapa cepat doa kita dikabulkan - seberapa mudah Allah menjaga kita dengan penjagaan terbaikNya, semua kembali kepada keyakinan kita sama Allah dan ketaqwaan kita kepada-Nya. Bergantunglah kepada Dzat yang Maha melihat - Maha Mendengar - Maha Pengasih dan Penyayang - Maha pemberi Rahmat dalam kehidupan. Semoga hidup kita bukan hanya menjadi mudah, melainkan juga menjadi berkah dengan kedekatan kita kepada Allah.


Next kita akan cerita tentang Sayyidah Hajar ya, wanita mulia yang patuh kepada Allah dan suaminya, yang mendulang pahala yang banyak hingga hari ini.

Postingan Lama Beranda

ABOUT ME

ABOUT ME

SUBSCRIBE & FOLLOW

POPULAR POSTS

  • Manusia dan Badainya
  • Proses Pembentukan Hujan, Luka dan Airmata
  • Journal Diri 1
  • Funiculi Funicula “Kisah-Kisah yang Baru Terungkap”
  • Sebelum Hari Ibu Berakhir
  • Le Petit Prince (Buku Terjemahan)
  • Kisah Baper Nabi Ibrahim yang Meninggalkan Istri dan Bayinya
  • Untukmu yang Merasa Diabaikan
  • JANJI, Karya TERE LIYE
  • Funiculi Funicula “Before The Coffee Gets Cold”

Tayangan Halaman

Categories

  • Books and Movies 11
  • Cerpen 6
  • Journal 16
  • KATA KATA 1
  • Kisah Para Nabi 4
  • Mentalhealt 7
  • Perjalanan 1
  • Prosa/Puisi 17
  • Ruang Makna 9
  • Sudut Pandang 2

Advertisement

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.

Arsip Blog

  • Mei 2025 (1)
  • Februari 2025 (1)
  • Desember 2024 (3)
  • November 2024 (2)
  • Oktober 2024 (1)
  • September 2024 (11)
  • Agustus 2024 (14)
  • Juni 2024 (1)
  • November 2021 (1)
  • April 2020 (7)

Label

  • Books and Movies
  • Cerpen
  • Journal
  • KATA KATA
  • Kisah Para Nabi
  • Mentalhealt
  • Perjalanan
  • Prosa/Puisi
  • Ruang Makna
  • Sudut Pandang

Laporkan Penyalahgunaan

Cerpen

Proses Pembentukan Hujan, Luka dan Airmata

Evaporasi Segala yang berawal dari hal-hal kecil yang berhasil menyentuh inti hatimu. Seperti matahari yang memanaskan airlaut, beberapa ...


Copyright © Catatan Selepas Hujan. Designed by OddThemes